Kajian Hadis Silaturahmi
Nama : Ismi Wakhidatul Hikmah
NIM : 15530061
(Studi Ma’anil Hadis)
A. Latar Belakang Masalah
Ukhuwah (Brotherhood) dalam arti
luas merupakan jalinan persaudaraan diantara umat manusia yang melampaui
batas-batas etnik, ras, agama, suku, keturunan, latar belakang social, dan
sebagainya. Ukhuwah menuntut adanya saling pengertian dan kerjasama antar semua
pihak yang bersaudara dalam menunaikan tugas-tugas kekhalifahan. Dengan konsep
ukhuwah diharapkan terjalin persaudaraan yang kokoh dan tidak membeda-bedakan
antar satu dengan yang lain, mengingat umat Muhammad saw adalah umat yang satu.
Di samping itu, diharapkan pula terjalin keserasian dalam banyak hal yang dapat
mengantarkan pada terciptanya persaudaraan. [1]
Dalam islam, ukhuwah dapat di artikan
dengan hubungan persaudaraan yang didasarkan atas kesamaan dan keserasian
prinsip keislaman atau persaudaraan yang bersifat islami[2].
Dalam hal ini, tidak diisyaratkan adanya kesamaan pendapat, melainkan kesamaan
prinsip hidup yang berlandaskan pemahaman keislaman.
Dalam mewujudkan ukhuwah dapat melalui
hubungan silaturahmi yang di jalin dengan kuat antar sesama manusia lebih
khususnya kepada kerabat yang ada hubungan nasab, baik yang jauh ataupun yang
dekat dan pada dasarnya manusia sebagai mahluk sosial, tidak akan sanggup hidup
sendiri tanpa adanya hubungan persaudaraan dan silaturahmi antar sesama. Kehadiran
dan bantuan orang lain sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, tanpa
adanya silaturahmi yang baik maka tidak akan terjalin hubungan persaudaraan
antar sesama.
Silaturahmi adalah menyambung atau
menyatukan hubungan kekeluargaan, baik kepada keluarga dekat maupun jauh dan
kepada yang berbuat baik maupun jahat. Adapun
cara melakukan silaturahmi bersifat fleksible. Artinya dapat dilakukan
dengan cara beragam, yang terpenting adalah dapat mencapai maksud dan tujuan
dari silaturahmi itu sendiri.[3]
Dalam islam, silaturahmi sangat penting dibahas dalam kancah keilmuan, karena
salah satu diutusnya Nabi Muhammad saw menjadi rasul adalah memerintahkan
umatnya untuk menyambung tali silaturahmi. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim, sebagai berikut:
“Dari Abu Sufyan ra. Suatu ketika ia
ditanya oleh kaisar Heraclius, “ Apakah yang telah diperintahkan oleh Nabi
Muhammad saw kepada kalian?” Abu Sufyan menjawab, “ Beliau menyuruh kami untuk
menyembah Allah yang Maha Esa dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun,
meninggalkan kepercayaan nenek moyang kami, dan menyuruh kami mendirikan
sholat, jujur, menjaga harga diri, dan menyambung silaturahmi.” (HR. Muttafaq
‘Alaih)
Menyambung silaturahmi ini sangatlah dianjurkan
dalam agama islam, adapun bentuk silaturahmi yang mudah dilakukan adalah
mengunjungi sanak kerabat, memberikan hadiah kepada mereka, menyantuni fakir
miskin, menjamu para tamu, ikut bergembira dengan kebahagiaan orang lain dan
ikut berbelasungkawa atas musibah yang menimpanya, menjenguk saudara yang
sedang sakit, memenuhi undangan dan sebagainya. Hal yang paling penting adalah
berupaya memperbaiki kembali hubungan kekeluargaan yang telah retak atau
terputus.
Menyambung tali silaturahmi memiliki keutamaan-keutamaan
tersendiri yang kadang orang tidak akan sampai pemikirannya pada
keutamaan-keutamaan ini. salah satunya adalah memperluas pintu rizeqi dan
meninggalkan nama sebagai orang baik setelah mati. sebagaimana hadis di bawah
ini;
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي يَعْقُوبَ الْكِرْمَانِيُّ حَدَّثَنَا حَسَّانُ حَدَّثَنَا
يُونُسُ قَالَ مُحَمَّدٌ هُوَ الزُّهْرِيُّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي
أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Ya'qub AL Karmaniy
telah menceritakan kepada kami Hassan telah menceritakan kepada kami Yunus
berkata, Muhammad, dia adalah Az Zuhriy dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu
berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Siapa yang ingin diluaskan rezeqinya atau meninggalkan nama sebagai orang
baik setelah kematiannya hendaklah dia menyambung silaturrahim". (HR.Bukhari,
1925)
Untuk menjawab kebingungan orang-orang dalam
memahami hadis di atas maka penulis disini ingin meneliti tentang hadis
menyambung silaturahmi terkait dengan perluasan pintu rizeqi dan meninggalkan
nama sebagai orang baik setelah kematiannya.
B. Kritik Historis
a. Teks Hadis
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي يَعْقُوبَ الْكِرْمَانِيُّ حَدَّثَنَا حَسَّانُ حَدَّثَنَا
يُونُسُ قَالَ مُحَمَّدٌ هُوَ الزُّهْرِيُّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي
أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Ya'qub AL Karmaniy
telah menceritakan kepada kami Hassan telah menceritakan kepada kami Yunus
berkata, Muhammad, dia adalah Az Zuhriy dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu
berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Siapa yang ingin diluaskan rezeqinya atau meninggalkan nama sebagai orang
baik setelah kematiannya hendaklah dia menyambung silaturrahim".
(HR.Bukhari, 1925)
Rasulullah Anas bin Malik Muhammad
Az Zuhriy Yunus Hassan Muhammad
bin Abu Ya’qub Al Karmaniy Bukhari
b. Takhrij Hadis
Dalam sebuah penelitian hadis, langkah pertama yang harus dijalankan
oleh peneliti sebelum masuk pada penelitian sanad dan matan adalah melakukan
takhrij hadis. Selanjutnya sebagaimana tema yang penulis angkat, maka
penelitian disini hanya di fokuskan pada hadis terdapat pada koleksi al-Kutub
al-Tis’ah. Adapun rinciannya sebagai berikut: dalam Shohih Bukhari penulis
menemukan tiga hadis yang setema dengan hadis yang sedang diteliti, yaitu hadis
riwayat Bukhari nomor 5526, 5527, dan 5673. Dalam Shohih Muslim terdapat dua
hadis, yaitu hadis riwayat Muslim nomor 4638 dan 4639. Dalam Sunan Abu daud
hanya terdapat satu hadis yaitu hadis riwayat Abu Daud nomor 1443. Dalam Sunan
Ibnu Majah terdapat satu hadis, yaitu hadis riwayat Ibnu Majah nomor 1111.
Dalam Musnad Ahmad terdapat empat hadis, yaitu hadis riwayat Ahmad nomor 10180,
12128, 13096, dan 21366.[4]
C. Kritik Editis
1. Analisis Isi
a. Kajian Linguistik
Dalam mengkaji sebuah hadis, untuk mendapatkan makna yang sesuai dan
mengetahui kandungan makna yang terdapat dalam hadis tersebut maka dibutuhkan
analisa yang mengacu tentang aspek-aspek kebahasaannya, yaitu melalui telaah
lafal dan juga kalimat dengan menggunakan kaidah gramatika bahasa yang
digunakan meliputi segi morfologi dan sintaksis bahasa tersebut, personifikasi
atau hal lain yang berkaitan dengan makna hadis. Untuk menghindari pemahaman
yang keliru pada sebuah hadis.
Dengan berdasar alasan tersebut maka penulis mencoba mengkaji matan
hadis tentang silaturahim dengan menggunakan pendekatan dari sisi kebahasaan
seperti yang terurai dibawah ini.
مَنْ سَرَّهُ : diartikan dengan siapa yang ingin
أَنْ يُبْسَطَ
لَهُ فِي رِزْقِهِ : diluaskan rizkinya. Makna kelapangan rizki adalah rezki yang
berkah karena menyambung tali kekeluargaan adalah sedekah dan sedekah dapat
melipat gandakan harta.
يُنْسَأَ : diakhirkan
أَثَرِهِ : sisa usianya. Maksudnya usia diperpanjang adalah
tubuh menjadi kuat atau nama baik tetap menjadi buah bibir meski ia telah
meninggal jadi seakan-akan ia tidak mati.
فَلْيَصِلْ
رَحِمَهُ
: setiap keluarga mahram, ahli waris, atau kerabat, bias menyambung dengan
harta pelayanan ataupun kunjungan.[5]
Imam Nawawi menjelaskan rizki dan ajal sudah
ditentukan tidak bertambah maupun berkurang, seperti dalam firman-Nya;
Èe@ä3Ï9ur >p¨Bé& ×@y_r& (
#sÎ*sù uä!%y` öNßgè=y_r& w tbrãÅzù'tGó¡o Zptã$y (
wur cqãBÏø)tGó¡o ÇÌÍÈ
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; Maka apabila telah datang
waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat
(pula) memajukannya.” (al-A’raf : 34)
Ulama menjelaskan yang dimaksud tambahan adalah berkah usia, taufik
untuk melakukan amalan-amalan ketaatan, memanfaatkan waktu dengan hal-hal yang
berguna diakhirat dan menjaga waktu agar tidak terbuang percuma.[6]
b. Kajian Tematik Komprehensif
Dalam rangka
memperoleh pemahaman yang komprehensif, maka selanjutnya perlu dipertimbangkan juga teks-teks hadis
yang lain yang setema dan relevan dengan teks hadis pokok yang dijadikan
pijakan utama dalam penelitian tentang tema menyambung silaturahmi dengan kata
kunci falyashil rokhimahu. Dan untuk mempermudah dalam penelusuran ini
penulis menggunakan bantuan dari Lidwa Hadis Sembilan Imam.
Dalam konteks hadis
yang setema, redaksi hadis tentang menyambung silaturahmi ini memiliki varian
redaksi yang saling menguatkan. Beberapa hadis yang setema dengan hadis yang
sedang diteliti adalah sebagai berikut;[7]
حَدَّثَنِي
إِبْرَاهِيمُ
بْنُ
الْمُنْذِرِ
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ
بْنُ
مَعْنٍ
قَالَ
حَدَّثَنِي
أَبِي
عَنْ
سَعِيدِ
بْنِ
أَبِي
سَعِيدٍ
عَنْ
أَبِي
هُرَيْرَةَ
رَضِيَ
اللَّهُ
عَنْهُ
قَالَ
سَمِعْتُ
رَسُولَ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
يَقُولُ
مَنْ
سَرَّهُ
أَنْ
يُبْسَطَ
لَهُ
فِي
رِزْقِهِ
وَأَنْ
يُنْسَأَ
لَهُ
فِي
أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ
رَحِمَهُ
Telah
menceritakan kepadaku Ibrahim bin Al Mundzir telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Ma'an dia berkata; telah menceritakan kepadaku Ayahku dari Sa'id
bin Abu Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata; saya mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa ingin
dibentangkan pintu rizki untuknya dan dipanjangkan ajalnya hendaknya ia
menyambung tali silaturrahmi." (HR. Bukhari, 5526).
و حَدَّثَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي حَدَّثَنِي عُقَيْلُ بْنُ خَالِدٍ قَالَ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Dan telah menceritakan kepadaku 'Abdul Malik bin Syu'aib bin Al
Laits; Telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Kakekku; Telah menceritakan
kepadaku 'Uqail bin Khalid dia berkata; Ibnu Syihab berkata; Telah mengabarkan
kepadaku Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezkinya, dan ingin dipanjangkan
usianya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahmi." (HR. Muslim, 4639)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا رِشْدِينُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ قُرَّةَ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوَسِّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ وَيَنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah
menceritakan kepada kami Risydin bin Sa'd dari Qurrah dari Ibnu Syihab dari
Anas bin Malik, Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
yang menghendaki rizqinya diluaskan Allah, dan tetap dikenang jasanya maka
sambunglah tali silaturrohmi".” (HR. Ahmad 13096)
Dari hadis-hadis
diatas, dapat disimpulkan bahwa hadis tentang menyambung silaturahmi
hubungannya dengan memperluas rezeqi dan meninggalkan nama sebagai orang
baik setelah kematiannya yang sedang penulis
teliti tidak bertentangan dengan hadis di atas, bahkan sebaliknya, antara hadis
satu dengan yang lain saling menguatkan dan memberikan penjelasan satu dengan
yang lainnya.
c. Kajian Konfirmatif
Dalam islam meyakini bahwa hadis merupakan sumber ajaran ke dua setelah
al-Qur’an sekaligus sebagai penjelas bagi al-Qur’an tersendiri. Tanpa adanya
hadis dari nabi ajaran islam tidak akan mudah di fahami, oleh karena itu antara
al-qur’an dan hadis tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Untuk memahami hadis dengan benar dan terhindar dari kesalahan
pemahaman, penyimpangan, pemalsuan, serta takwil yang buruk, maka sudah
seharusnya hadis dipahami juga dengan al-qu’an yang sudah jelas kebenarannya
dan sudah diyakini keadilannya. Berangkat dari hal ini, maka hadis yang bertema
menyambung tali silaturahmi ini menunjukkan tidak bertentangan dengan
al-qur’an. Sehingga dapat dijadikan hujjah dalam menyelesaikan
problematika umat yang terjadi di era sekarang ini.
Beberapa ayat al-qur’an yang dapat
diidentifikasikan serta menurut hemat penulis memiliki keterkaitan dengan
kandungan matan hadis diantaranya sebagai berikut:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4
(#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4
¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6Ï%u ÇÊÈ
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu
yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(QS. An-Nisa: 1)
Adh-Dahhak
berkata,” dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu mengadakan
akad dan perjanjian dan peliharalah hubungan silaturahmi, jangan sampai kamu
memutuskannya, namun berbuat baiklah kepada mereka dan sambungkanlah tali
silaturahmi.”[8]
Dalam hal ini silaturahmi sangat dianjurkan untuk dijalin dalam kehidupan
manusia.
Berdasarkan ayat ini juga menjelaskan bahwa hukum silaturahmi adalah wajib,
karena ia merupakan perintah Allah. Bersilaturahmi merupakan bentuk ketaatan
kepada perintah-Nya. Dalam ayat tersebut perintah untuk menjalin hubungan
silaturahmi ditempatkan setelah perintah untuk bertakwa kepada Allah swt. Ini
menunjukkan arti penting silaturahmi dalam kehidupan.[9]
* `yJsùr& ÞOn=÷èt !$yJ¯Rr& tAÌRé& y7øs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ,ptø:$# ô`yJx. uqèd #yJôãr& 4
$oÿ©VÎ) ã©.xtGt (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÈ tûïÏ%©!$# tbqèùqã ÏôgyèÎ/ «!$# wur tbqàÒà)Zt t,»sWÏJø9$# ÇËÉÈ tûïÏ%©!$#ur tbqè=ÅÁt !$tB ttBr& ª!$# ÿ¾ÏmÎ/ br& @|¹qã cöqt±øsur öNåk®5u tbqèù$ssur uäþqß É>$|¡Ïtø:$# ÇËÊÈ
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta?
hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu)
orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan
orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang
buruk.” (QS. Ar-Ra’d: 19 - 21)
Dalam ayat diatas menjelaskan bahwa salah satu ciri orang yang memiliki
akal dan kecerdasan adalah orang yang suka bersilaturahmi. Disamping itu
silaturahmi termasuk misi utama diutusnya Rasulullah saw kepada umat manusia.[10]
Menurut tafsir Ibnu Katsir yang dimaksud
dengan “menghubungkan apa yang diperintahkan Allah agar dihubungkan”
yaitu seperti menyambung tali silaturahmi dengan kerabat, berbuat baik kepada
mereka dan kepada orang-orang yang fakir serta orang-orang yang membutuhkan,
dan mendermakan sesuatu kebajikan.[11]
2. Analisis Realitas Historis
Dalam analisis realitas historis, peneliti melakukan penelitian sebuah
kondisi hadis yang melingkupi kemunculan suatu hadis. Pemahaman ini di digunakan untuk meninjau tentang latar
belakang munculnya hadis. Dengan kata lain, analisis realitas historis meneliti
tentang asbabul wurud sebuah hadis.
Selanjutnya terkait dengan tema yang sedang penulis teliti, penulis
belum menemukan secara eksplisit mengenai konteks mikro dari hadis menyambung
silaturahmi . karenanya kajian selanjutnya perlu dialihkan kepada analisis
makro bangsa arab saat itu.
Dalam hadis yang
sedang di teliti terdapat kata ar-rahim untuk arti kata kerabat yang memiliki
hubungn dekat maupun jauh, baik tergolong ahli waris atau bukan, mahram maupun
bukan.[12] Ada pendapat lain
bahwa kata ar-rahim/ al-rahmi erat kaitannya dengan wanita, yaitu
rahimnya seorang ibu, tempat janin dalam perut seorang wanita. Wanita pada masa
Arab Jahili dipandang rendah tidak bernilai, dan juga pada masa Arab Jahili
bayi wanita yang baru lahir dari perut seorang ibu harus di bunuh. Dan seorang
ibu yang ditinggal mati oleh suaminya, dipandang harta pusaka yang dapat diwariskan kepada ahli warisnya.
Silaturahmi yang diperintahkan Allah Swt juga, tidak dapat dilepaskan dari tugas Rasul untuk melakukan (tazkiyah) pembersihan, yaitu dalam hal ini tazkiyah al-akhlak (Pembersihan prilaku) yang kotor yang dilakukan Arab Jahili, yang memandang wanita tidak benilai. Maka untuk itu, Allah dan Rasulnya melarang membunuh anak wanita atau laki-laki, dalam firmannya al-An’am: 151,
Silaturahmi yang diperintahkan Allah Swt juga, tidak dapat dilepaskan dari tugas Rasul untuk melakukan (tazkiyah) pembersihan, yaitu dalam hal ini tazkiyah al-akhlak (Pembersihan prilaku) yang kotor yang dilakukan Arab Jahili, yang memandang wanita tidak benilai. Maka untuk itu, Allah dan Rasulnya melarang membunuh anak wanita atau laki-laki, dalam firmannya al-An’am: 151,
* ö@è% (#öqs9$yès? ã@ø?r& $tB tP§ym öNà6/u öNà6øn=tæ (
wr& (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© (
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) (
wur (#þqè=çFø)s? Nà2y»s9÷rr& ïÆÏiB 9,»n=øBÎ) ( ß`ós¯R öNà6è%ãötR öNèd$Î)ur ( wur (#qç/tø)s? |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $yg÷YÏB $tBur ÆsÜt/ (
wur (#qè=çGø)s? [øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4
ö/ä3Ï9ºs Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 tbqè=É)÷ès? ÇÊÎÊÈ
”Katakanlah:
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua
orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu
yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).” (QS. Al-An’am: 151)
Dan
melarang menjadikan wanita sebagai harta pusaka, dalam firmannya An-Nisa: 19.
$ygr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãYtB#uä w @Ïts öNä3s9 br& (#qèOÌs? uä!$|¡ÏiY9$# $\döx. (
wur £`èdqè=àÒ÷ès? (#qç7ydõtGÏ9 ÇÙ÷èt7Î/ !$tB £`èdqßJçF÷s?#uä HwÎ) br& tûüÏ?ù't 7pt±Ås»xÿÎ/ 7poYÉit6B 4 £`èdrçÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4
bÎ*sù £`èdqßJçF÷dÌx. #Ó|¤yèsù br& (#qèdtõ3s? $\«øx© @yèøgsur ª!$# ÏmÏù #Zöyz #ZÏW2 ÇÊÒÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut.
kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.” (QS. An-Nisa: 19)
Dalam
hal berbakti kepada kedua orang tua,
berbuat kebaikan, menghubungkan tali kekerabatan/silaturahmi, Islam
memperhatikan terlebih dahulu kepada wanita. Dengan kata lain silaturahmi
mengandung makna “Mengangkat derajat wanita” yang dulu direndahkan oleh orang
Arab Jahili.[13] Sebagaimana hadis
berikut;
“Dari Abi Ramtsah ia berkata: Aku sampai pada Rasulullah, lalu aku mendengar ia bersabda: Berbuat baiklah kepada ibumu, dan bapakmu dan saudara perempuanmu dan saudara laki-lakimu kemudian kepada yang lebih dekat padamu lalu kepada yang lebih dekat padamu.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Di riwayatkannya hadis tentang menyambung
silaturahmi juga untuk mendamaikan masyarakat zaman jahili agar tidak terpecah
antara suku satu dengan suku yang lain, tidak terjadi peperangan yang menelan
banyak korban, mendamaikan suku-suku
Arab Jahili yang identik dengan peperangan dan selalu berpecah belah. Maka dengan datangnya
islam menjadikan masyarakat Arab Jahili menjadi masyarakat yang madani.
3. Analisis Generalisasi
Mengacu pada konteks
makro diatas, kita dapat mengidentifikasi bahwasannya menyambung silaturahmi di
masa arab jahili adalah salah satu tugas
Nabi Muhammad saw menjadi rasul untuk memperbaiki akhlak masyarakat Arab
pada saat itu. Bahkan menyambung silaturahmi dapat memperluas rezeki dan
memperpanjang umur seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya.
Dari uraian diatas,
penulis berasumsi bahwa menyambung silaturahmi sangatlah dianjurkan, salah satu
bukti kita mengikuti tuntunan Rasulullah saw adalah melestarikan budaya
silaturahmi ini. Adapun dengan menyambung tali silaturahmi dapat memperbanyak
saudara dan dapat mempunyai link-link yang luas dari persaudaraan itu. Dalam
hal ini silaturahmi terbukti dapat memperluas rezeki karna dengan banyaknya
link-link dalam silaturahmi, maka akan mudah menjalin kerja sama dalam hal
dagang, Sembilan dari sepuluh jalan mengundang rizki adalah perdagangan. Entrepreneur
tradisional mengartikan bahwa silaturahmi
adalah terminology relasi, akses, ataupun jaringan yang sangat
menguntungkan bagi para pengusaha.[14]
Adapun dengan semakin banyak saudara yang kita punya, baik saudara dekat maupun
jauh, maka banyak orang-orang yang akan mengenal nama kita dan
kebaikan-kebaikan kita selama bersilaturahmi.
D. Kritik Praksis
Perintah menyambung silaturahmi, sudah
menjadi tradisi bagi masyarakat muslim
Indonesia. Terlihat ketika idul fitri, banyak masyarakat yang mudik
untuk saling mengunjungi sanak saudara di kampung halaman, bahkan tidak sedikit
masyarakat Indonesia yang rela merogoh
kantongnya sampai menghabiskan biaya berjuta-juta demi melakukan tradisi
semacam ini ini.
Tradisi idul fitri ini di sebut dengan
Halal bi halal, tradisi ini biasanya diisi dengan kegiatan bersilaturahmi dan
saling memaafkan. Kegiatan ini sungguh memiliki tujuan yang mulia, yaitu
memperbaiki kembali hubungan antar sesama yang mungkin sebelumnya terurai.[15]
Halal bi halal dengan silaturahmi ini sangat erat hubungannya, karena keduanya
sama-sama menghubungkan persaudaraan.
Terlepas dari idul fitri, banyak masyarakat
Indonesia tetap menjalin ukhuwah islamiyah dengan menjalin silaturahmi. Jika
kerabat yang jauh tempat tinggalnya maka tetap terjalin silaturahmi menggunakan
media yang sekarang ini, seperti facebook, twiter, e-mail, hand phone, whats
app, line, telegram dan sebagainya. Jika kerabat yang dekat tempat tinggalnya
maka budaya mengunjungi saling dilakukan satu sama lain.
Apabila silaturahmi terjalin dengan baik
dengan masyarakat sekitar maka akan menjadi peluang rizeki bagi kita. Pasalnya
hakikat manusia senang dengan hubungan baik yang terjalin antar sesama, dari
sini akan terbentuk sebuah kepercayaan yang kuat yang akan menimbulkan rasa
aman dan nyaman bagi kedua belah pihak, yang akhirnya terjalinlah hubungan
kerjasama yang baik, baik dalam persaudaraan, perdagangan, penawaran pekerjaan dan lain-lain.
Hadis tentang
menyambung silaturahmi yang terkait dengan memperluas rizeki dan meninggalkan
nama sebagai orang baik setelah kematiannya sangat
relevan di amalkan di masa sekarang ini, mengingat manfaat yang didapat
sangatlah banyak. Dan hadis ini sesuai dengan kebiasaan masyarakat Indonesia pada
umumnya.
E. Kesimpulan
Dari pemaparan tentang hadis menyambung
silaturahmi yang terkait dengan perluasan rezeki dan meninggalkan nama sebagai
orang baik setelah kematiannya dapat disimpulkan bahwa silaturahmi adalah
tuntunan yang di bawa oleh Rasulullah saw untuk umatnya agar menciptakan
suasanya masyarakat yang rukun dan madani. Hukum menyambung silaturahmi kepada
kerabat adalah wajib untuk memperbaiki hubungan yang buruk.
Dengan menjalin silaturahmi banyak manfaat
yang dapat diambil oleh umat Muslim, yaitu silaturahmi dapat memperluas rizeki.
Apabila mempunyai hubungan baik antar sesama akan mempermudah jalannya rezeki
karena jika sudah memiliki kepercayaan dalam suatu hubungan persaudaraan maka
saudara kita juga akan memikirkan tentang rizeki saudara kita, atau dengan
terjalinnya silaturahmi, juga dapat menambah link-link yang dapat diajak kerja
sama dalam pekerjaan, seperti berisnis atau berdagang yang identic dengan
kekayaan materi.
Silaturahmi adalah perintah Allah serta
Rasul-Nya, seperti dali-dalil yang sudah di paparkan dalam penelitian ini,
silaturahmi dapat memperluas rezeki yang
di maksud adalah rezeki yang di miliki akan menjadi berkah dan Allah akan
memberi jalan untuk hambanya dalam mencari rezeki dengan mudah. Adapun tentang meninggalkan
nama sebagai orang baik setelah kematiannya, dalam
hubungan silaturahmi ini yang di maksud adalah namanya akan terkenang baik di
kalangan umat Muslim walaupun dirinya sudah meninggal, kebaikannya akan
terkenang sepanjang masa.
F. Daftar Pustaka
al-Asqalani, Ibnu
Hajar. 2008. Fathul Baari. Jakarta:
Pustaka Azam.
Baqi,Muhammad Fuad Abdul. 2015. Muttafaqun ‘Alaih Shohih Bukhari Muslim. Jakarta: Beirut.
CD Room Software
Lidwa
Masrur, M. Fatih & Miftahul Asror. 2008. Adab Silaturahmi. Jakarta: CV Artha
Rivera.
Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib. 1989. Kemudahan dari Allah
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema
Insani
Santosa, Ippho & Tim Khalifah. 2016. Muhammad Sebagai Pedagang. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Shihab, M. Quraish. 1998. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Rosyidin, Dedeng. 2007. Silatuhrahmi dan Halal bihalal, di akses pada laman http://www.pajagalan.com/2007/11/silaturahmi-halal-bi-halal.html
, 18 April 2017.
Syakir, Syaik Ahmad. 2014.
Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Darus Sunah Press.
[5] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Muttafaqun ‘Alaih Shohih Bukhari Muslim,
(Jakarta: Beirut, 2015) hlm. 1060
[7] Lidwa
[8] Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 1989) jilid 1, hlm. 488
[11] Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtasar
Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Darus Sunah Press, 2014) jilid 3 hlm. 555.
[13] Dedeng Rosyidin, Silatuhrahmi
dan Halal bihalal, di akses pada laman http://www.pajagalan.com/2007/11/silaturahmi-halal-bi-halal.html
, 18 April 2017
[14] Ippho Santosa & Tim
Khalifah, Muhammad Sebagai Pedagang, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2016) hlm. 45-46
Komentar
Posting Komentar